PEMBAHASAN
Definisi Vitamin A
dan Kekurangan Vitamin A Sub Klinis
Vitamin A
adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas, vitamin A
merupakan nama genetik yang menyatakan semua retinoid dan prekusor atau
provitamin A atau karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol.
Vitamin A essensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup
(Whitney & Rofles 2008).
Aktivitas
vitamin A di dalam jaringan diukur dalam International
Unit (IU) atau
satuan International (SI). Pada tahun 1967 FAO atau WHO menganjurkan istilah Retinol Ekivalen (RE)
sebagai unit pengukuran vitamin A,
tetapi hingga sekarang Satuan International (SI) masih
umum dipakai. Satuan International, RE dan ekivalennya dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1 Satuan Vitamin A
dan Ekivalen
1.0 g RE =
|
1.O µg retinol
6.0 µg beta karoten
12.0 µg karotenoid lain
3.3 SI (Satuan International) retinol
9.9 SI (Satuan International) betakaroten
|
Sumber: Almatsier
(2006).
Menurut
Almatsier (2006), vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan
larut dalam lemak. Dalam makanan vitamin A biasanya terdapat dalam bentuk ester
retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Didalam tubuh, vitamin A
berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk
alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam). Kekurangan vitamin A (KVA) adalah suatu
keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan
penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi gelap dan
sangat rendahnya konsumsi vitamin A (WHO
1998). KVA tingkat subklinis yaitu
tingkat KVA yang belum menampakkan gejala nyata atau tidak menunjukkan gejala secara fisik, masih menimpa masyarakat luas terutama
kelompok balita (Depkes 2003).
Cut of Point dan
Sumber Vitamin A
WHO merekomendasikan untuk mengetahui kekurangan vtamin A subklinis dengan diukur indikator biokimia. Meskipun semua indikator biokimia yang tersedia saat ini memiliki
keterbatasan.
Serum retinol merupakan indikator biokimia
yang sudah established untuk
menentukan status vitamin A. Akan tetapi, penentuan kadar
vitamin A serum juga masih ada kelemahannya sebab belum dapat diketahui status
vitamin A dalam tubuh karena kadar vitamin A serum dipengaruhi oleh simpanan
vitamin A dalam hati. Kadar antara 0,35 dan 0,70
mmol/l cenderung ciri defisiensi sub klinis, namun defisiensi sub klinis masih mungkin terjadi di tingkat antara 0,70 dan 1,05 mmol/l, dan kadang-kadang di atas 1,05 mmol/l. Prevalensi nilai dibawah
0,70 mmol/l (<20
µg/dl) adalah ambang batas populasi umum untuk
anak-anak prasekolah. Infeksi klinis dan sub klinis dapat mengurangi konsentrasi serum vitamin
A rata-rata hingga 25% terlepas dari vitamin A. Oleh karena itu, pada tingkat antara sekitar 0,5 dan 1,05 mmol/l (WHO 1996).
Pada kadar vitamin A serum (retinol) 20-30 µg/dl dapat
dikatakan bahwa simpanan vitamin A masih cukup, bila kadarnya dalam serum
dibawah 10 µg/dl, simpanan vitamin A dalam hati sudah sangat rendah dan
biasanya tanda-tanda klinis sudah mulai muncul. Untuk menghindari kesalahan
penentuan status vitamin A tubuh karena adanya kemampuan kompensasi dari
cadangan dihati maka diperlukan suatu metode disebut Relative Dose Response (RDR) dan akan lebih baik lagi bila
penentuan kadar vitamin A serum disertai dengan penentuan kadar Retinol Binding Protein (RBP) sehingga
status vitamin A dan status protein tubuh dapat diketahui. Pada anak
normal kadar RBP plasma 20-30 µg/dl dan
dewasa 40-50 µg/dl, sedangkan pada KVA kadar tersebut dapat turun sampai 50%.
Berikut ini merupakan kategori status Vitamin A dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori Status Vitamin A
Kategori
|
Cut of Point
|
Defisiensi (Klinis)
|
< 10 µg/dl
|
Marginal
(Rendah)-defisiensi Subklinis
|
<20-10 µg/dl
|
Cukup
|
20-50 µg/dl
|
Berlebih
|
>50 µg/dl
|
Defisiensi (Klinis)
|
< 10 µg/dl
|
Sumber: DepKes (2003).
Bentuk
aktif vitamin A (Ester retinyl) hanya
terdapat dalam pangan hewani. Pangan nabati mengandung karotenoid yang
merupakan prekusor (provitamin) vitamin A. Diantara ratusan karotenoid yang
terdapat di alam, hanya bentuk alfa,beta dan gama serta kriptosantin yang
berperan sebagai provitamin A. Beta karoten adalah bentuk provitamin A paling
aktif, yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Vitamin
yang berasal dari sumber pangan nabati sulit untuk diserap karena pemecahan
struktur karotenoid 2 kali struktur retinoid (Almatsier 2006).
Etiologi
Kekurangan
vitamin A dapat disebabkan karena kekurangan primer dan kekurangan sekunder.
Kekurangan primer akibat kurang konsumsi dan kekurangan sekunder karena
gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat,
atau karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A terjadi terutama karena kurangnya asupan
vitamin A yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Konsumsi
vitamin A dan provitamin A yang rendah
(di bawah kecukupan konsumsi vitamin A yang dianjurkan) berlangsung dalam waktu lama akan
mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal dengan kekurangan vitamin A (KVA).
Simpanan vitamin A pada orang
dewasa dalam hati bisa
memenuhi kebutuhan selama ± 24 bulan. Jika konsumsi makanan yang mengandung vitamin A tidak
memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi anak-anak yang mengalami tumbuh kembang
maka xeropthalmia akan terlihat
dalam beberapa minggu (Gibson 2005).
Asupan vitamin A yang kurang karena penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang
terganggu. Kekurangan
vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP),
penyakit hati, alfa, beta-lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena
kekurangan asam empedu (Almatsier 2006).
Di
negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia banyak ditemukan
penderita kekurangan energi protein (KEP) tampaknya keadaan ini berkorelasi
positif dengan KVA. Metabolisme vitamin A membutuhkan molekul protein
fungsional tertentu. KEP akan terjadi penurunan sintesis enzim , perubahan histologis mukosa
menurun sehingga fungsi absorpsi usus terganggu. Anak yang mengalami kekurangan energi dan protein akan mengalami kekurangan vitamin A. Pada KVA terjadi perubahan mukosa
usus, sel mukosa mengalami degradasi atau artropi sehingga fungsi digesti dan
absorbsi usus berkurang. Keadaan ini dapat mengakibatkan malabsorbsi yang dapat
berakibat gizi kurang (Arifin
1995).
Malabsorpsi
adalah kegagalan usus halus untuk menyerap makanan tertentu. Ketidakmampuan
menyerap tersebut dapat mengenai satu jenis asam amino, lemak, gula, asam
amino, lemak, gula, atau semua vitamin yang larut lemak. Malabsorpsi terhadap
segala sesuatu yang diserap di satu segmen usus halus juga terjadi. Gambaran
klinis malabsorpsi akan secara spesifik beraitan dengan apa yang tidak dapat
diabsorpsi dan ada tidaknya bagian usus yang lain yang dapat mengkompensasi
malfungsi usus halus tersebut. Defisiensi garam empedu menyebabkan malabsorpsi
vitamin larut lemak yang menimbulkan defisiensi vitamin A, D, E dan K
(Corwin 2001).
Digesti
karoten dan absorpsi membutuhkan adanya lemak yang cukup dalam diet sebab
karoten dan vitamin A larut dalam lemak. Sedangkan digesti lemak memerlukan
empedu dan getah pankreas. Jika ada gangguan sekresi empedu dan getah pankreas
maka digesti lemak kurang efektif akibatnya absorpsi karoten dan vitamin A juga
berkurang (Arifin 1995).
Rendahnya vitamin A dalam serum dapat terjadi juga karena defisiensi Zn. Zn diduga berperan penting dalam mobilisasi cadangan vitamin A dari hati dan melakukan fungsi dlm proses oksidasi dan reduksi vitamin A di jaringan perifer serta diperlukan juga dalam pembentukan Retinol Binding Protein (Arifin 1995).
Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A
KVA tingkat sub klinis yaitu tingkat KVA
yang belum menampakkan gejala nyata atau tidak menunjukkan gejala secara fisik. Kekurangan vitamin A pada
anak-anak berakibat lebih
buruk dibandingkan dewasa. Pertumbuhan badan terganggu dan kekebalan terhadap penyakit infeksi berkurang. Sering
ditemukan hubungan peningkatan defisiensi vitamin A terjadi seiring peningkatan
angka kesakitan khususnya pada penyakit
infeksi (Arifin 1995).
Kelompok umur yang mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah
kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5
tahun). Sedangkan yang lebih beresiko menderita kekurangan vitamin A adalah
bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI
eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat
makanan pendamping ASI yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi
atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang menderita penyakit infeksi (campak,
diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang
tinggal di dareah dengan sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah
mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di Posyandu maupun Puskesmas, serta
anak yang kurang atau jarang makan makanan sumber vitamin A (Almatsier
2006).
Metabolisme Vitamin A
Vitamin A
yang di dalam makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk ester retinol
bersama karotenoid bercampur dengan lipida lain didalam lambung. Pada sel – sel mukosa
usus halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim – enzim pankreas esterase
menjadi retinol yang lebih efisien
untuk diabsorpsi (Almatsier 2006). Perubahan karoten dalam tubuh terutama
terjadi dalam mukosa dinding usus kecil manusia. Diperkirakan setiap 6 µg
β-karoten mempunyai aktivitas biologis 1 μg retinol. Berdasarkan hal tersebut
aktivitas vitamin A bahan makanan biasanya dinyatakan sebagai ekuivalen retinol
(Winarno 1992). Berikut ini merupakan penyerapan dan metabolisme Vitamin
A antar organ sel dapat
dilihat pada Gambar 3
dibawah ini.
Lumen Usus
|
Sel epitel usus
|
Darah
|
Sel Parenkim Hati
|
Sel stellate Hati
|
Ester Retinyl
|
Ester Retinyl
|
Ester Retinyl dalam kilomikron
|
Ester Retinyl
|
Ester Retinyl
|
Retinol
|
Retinol
|
Retinol + As.Lemak
|
Retinol + As.Lemak
|
Retinol
|
|
Retinal
|
|
|
|
β-Carotene
|
β-Carotene
|
RBP-Retinol
|
RBP Retinol
|
|
|
|
Jaringan
|
|
|
Gambar 3. Alur Pergerakan Retinol Antar Organ
Sel
Sebagian
dari karotenoid, terutama beta karoten yang tidak mengalami hidrolisis sehingga
di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol. Kecepatan
perubahan karoten menjadi retinol antara lain dipengaruhi oleh tiroksin, Zn, Fe, dan Vitamin E. Retinol
di dalam mukosa usus halus bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester
dengan bantuan cairan empedu menyeberangi sel-sel vili dinding
usus halus kemudian
diangkut oleh kilomikron
melalui sistem limfe ke dalam aliran darah menuju hati. Konsumsi
lemak yang cukup sekitar
70–90% ester retinol,
hanya terdapat 5–60% karotenoid yang diabsorpsi. Hati berperan sebagai
tempat menyimpan vitamin A utama di dalam tubuh. Saat keadaan normal, cadangan vitamin A dalam hati dapat
bertahan hingga enam bulan. Bila tubuh mengalami kekurangan vitamin A, asam
retinoat diabsorpsi tanpa perubahan. Asam retinoat merupakan sebagian kecil
vitamin A dalam darah yang aktif dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan
(Almatsier 2006).
Saat tubuh
memerlukan, vitamin A dimobilisasi dari
hati dalam bentuk
retinol yang diangkut oleh Retinol
Binding Protein (RBP) yang disintesis di dalam hati. Pengambilan retinol
oleh berbagai sel tubuh bergantung pada reseptor pada permukaan membran yang
spesifik untuk RBP. Retinol kemudian diangkut melalui membran sel untuk
kemudian diikatkan pada Cellular Retinol
Binding Protein (CRBP) dan RBP kemudian dilepaskan. Pada sel mata,
retinol berfungsi sebagai retinal dan di dalam sel epitel sebagai asam retinoat
(Almatsier 2006).
Patofisiologi dan
Tingkat Bahaya KVA Subklinis
Kekurangan
vitamin A sub
klinis pada anak-anak dapat meningkatkan beberapa infeksi terutama diare dan
campak, serta menyebabkan
risiko kematian. Kejadian dan prevalensi dari diare juga dapat meningkat akibat
dari KVA sub klinis karena semakin rendah kadar serum Vitamin A maka semakin tinggi penyakit infeksi dan
kurang energi
protein (Arifin 1995).
Vitamin A berfungsi sebagai kekebalan tubuh
pada manusia. Retinoid bekerja pada
diferensiasi sel imun, meningkatkan metogenesis limfosit, dan perubahan
fagositosis makrofag sehingga jika terjadi KVA mudah terkena virus atau bakteri
dan jumlah limfosit menurun. Bentuk
vitamin A yaitu retinol dapat berpengaruh dalam pembentukan limfosit B
(leukosit yang berperan dalam kekebalan humoral). Kekurangan vitamin A dapat
menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel T (limfosit yang berperan
pada kekebalan selular). (Almatsier 2006).
Pada anak balita kekurangan vitamin A akan
meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti
diare, penyakit infeksi saluran pernapasan (radang paru-paru dan pneumonia).
Fungsi kekebalan tubuh menurun pada kekurangan vitamin A, sehingga mudah
terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi (keratinisasi epitel
tracheobronchial), tidak
mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme atau bakteri atau
virus dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran pencernaan
terjadi pada permukaan dinding usus dan dapat menyebabkan diare. Perubahan pada
permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi pada ginjal,
kantung kemih, dan vagina. Perubahan ini meningkatkan endapan kalsium yang
dapat menyebabkan batu ginjal dan gangguan kantung kemih. Kekurangan vitamin A
pada anak-anak juga dapat menyebabkan komplikasi pada campak yang dapat
menyebabkan kematian (Almatsier 2006).
Negara berkembang seperti Indonesia sering terjadi kekurangan vitamin A dan kekurangan yodium
secara bersamaan. Vitamin A juga berfungsi pada berbagai proses tubuh
antara lain pada pembuatan hormon tiroid. Kekurangan vitamin A mengakibatkan rendahnya kadar hormon tiroid aktif yang dihasilkan. Kekurangan vitamin A tingkat
subklinis pada anak-anak akan meningkatkan risiko
terjadinya kekurangan yodium. Yodium
merupakan salah satu unsur non metal yang diperlukan oleh tubuh untuk
mensintesa hormon tiroid. Yodium berperan dalam perubahan karotin menjadi
bentuk aktif vitamin A, sintesis protein dan absorbsi karbohidrat dari saluran
pencernaan. Kekurangan vitamin A akan meningkatkan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) dan menurunkan asupan yodium ke dalam tiroid dan mengganggu
sintesis tiroglobulin serta meningkatkan ukuran
tiroid. Kadar retinol serum berkorelasi secara negatif dengan kadar TSH. Status vitamin A
mempengaruhi umpan balik T4 dari sekresi TSH. TSH dapat
meningkatkan pertumbuhan sel tiroid yang menyebabkan pertumbuhan gondok. Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang
dikeluarkan oleh hipotalamus yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari untuk
mengatur sekresi tiroid (Frohlich, Witke et al 2004).
Prinsip Pencegahan dan Terapi di Bidang Gizi
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah
satu masalah gizi utama yang banyak terjadi di negara berkembang. KVA terjadi
apabila cadangan retinol di hati <20 µg/dl (0,07 µmol/L). KVA merupakan
konsekuensi dari masalah kesehatan dan fisologis yang diakibatkan oleh
defisiensi vitamin A. Program
penanggulangan kurang Vitamin A (KVA) telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an
dan sampai saat ini masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Prinsip
dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A
yang cukup untuk tubuh. Selain
itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan. Penanggulangan
masalah KVA saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan
dengan upaya mendorong pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang upaya
penurunan angka kesakitan dan angka kematian pada anak (DepKes 2003).
Upaya menyediakan vitamin A yang cukup
untuk tubuh ditempuh dengan memberlakukan kebijaksanan antara lain meningkatkan konsumsi sumber vitamin A
alami melalui penyuluhan, menambahkan
vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas
(fortifikasi), dan distribusi
kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala (DepKes 2003).
Upaya
meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses
komunikasi-informasi-edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman dan
langgeng. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak
nyata, selain itu kegiatan fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat
rintisan. Oleh sebab itu,
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi (DepKes 1994).
Kapsul
vitamin A biru (100.000 IU) diberikan kepada bayi (6-11 bulan) satu kali dalam
setahun yaitu pada bulan Februari atau Agustus, sedangkan kapsul vitamin A
merah (200.000 IU) diberikan kepada anak balita (1-5 tahun) setiap bulan
Februari dan Agustus, serta kepada ibu nifas paling lambat 30 hari setelah
melahirkan (DepKes 1994).
Kapsul
vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pda
masyarakat apabila cakupannya tinggi (minimal 80%). Cakupan tersebut dapat
tercapai apabila seluruh jajaran kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat
menjalankan peranannya masing-masing dengan baik. Pada banyak negara pemberian
vitamin A dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi sebanyak 19-54% dan
menurunkan resiko kematian pada penyakit campak. Di Indonesia diperkirakan
sekurang-kurangnya satu juta kematian anak dapat dicegah dengan meningkatkan
konsumsi vitamin A. Keberhasilan program pemberian kapsul vitamin A dosis
tinggi pada prinsipnya dipengaruhi oleh peran serta masyarakat sehingga semua
anak yang berumur 1-5 tahun mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi, setiap 6
bulan sekali pada bulan Februari dan Agustus melalui kegiatan Posyandu (DepKes 1994).