Review Jurnal Gizi Olahraga
Laporan Praktikum Hari/Tanggal: Kamis, 24 Mei 2012
MK Gizi Olahraga
Hubungan antara
Makanan dengan Faktor Aktivitas terhadap Massa Tulang dan Tinggi Badan Pada
Remaja Kulit Hitam dan Kulit Putih (Relations
of Diet and Physical Activity to Bone Mass and Height in Black and White
Adolescents)
Oleh:
Sartika F.T Panggabean I14104019
Asisten:
Mury Kuswari
Penanggung Jawab:
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS
DEPARTEMEN
GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan tubuh selama masa
pertumbuhan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan. Oleh karena
itu, untuk memahami pengaruh dari faktor gaya hidup seperti makanan dan
aktivitas fisik dapat dilakukan implementasi dan intervensi sehingga membantu
remaja dalam memperoleh tubuh yang sehat. Salah satu cara untuk mengetahui
hubungan ini adalah dengan melakukan penelitian cross sectional yang mempelajari dan meneliti bagaimana makanan dan
aktivitas fisik dapat mempengaruhi komponen yang berbeda dari setiap komposisi
tubuh.
Remaja yang melakukan aktivitas yang
tinggi dan mengkonsumsi makanan dengan lebih dari teman seusianya cenderung
untuk memiliki lemak tubuh yang rendah sehingga menyebabkan remaja tersebut
memiliki resiko yang sangat kecil untuk terkena penyakit kardiometabolik. Dengan
kata lain, pencegahan osteoporosis dapat dilakukan mulai dari masa remaja. Oleh
karena itu sangat penting untuk memahami hubungan makanan dan aktivitas fisik
terhadap tingkat adiposa yang rendah dan massa tulang yang tinggi.
Remaja kulit hitam dan laki-laki
memiliki jumlah massa tulang yang lebih tinggi daripada remaja kulit putih dan
perempuan. Selain itu, terdapat bukti
lain yang mengatakan bahwa jumlah massa tulang yang tinggi berhubungan dengan
faktor makanan seperti intake susu dan aktivitas fisik. Komponen mineral tulang
merupakan indeks massa tulang yang berhubungan secara langsung terhadap
kekuatan tulang pada pertumbuhan remaja. Gaya hidup seperti aktivitas fisik
yang tinggi dapat membantu remaja dalam mencerna makanan dalam jumlah yang
banyak tanpa harus khawatir akan mengalami kelebihan massa lemak tubuh. Dengan
kata lain, makanan dengan tingkat energi yang tinggi dapat membuat tubuh remaja
menyerap jumlah energi dan zat gizi yang cukup untuk perkembangan tulang. Jumlah
komponen mineral tulang yang tinggi dan tinggi badan dipengaruhi oleh aktivitas
fisik, konsumsi makanan hasil peternakan (susu, daging), intake energi makanan,
vitamin D, dan kalsium.
Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Menentukan hubungan dan potensial
reaksi dari makanan dan aktivitas fisik terhadap komponen mineral tulang pada
660 responden penelitian.
2. Mengetahui hubungan makanan dan
aktivitas fisik terhadap tinggi badan.
METODOLOGI
Subjek Penelitian
Responden yang dijadikan subjek
peneltian adalah remaja dengan rentang usia 14-18 tahun yang dikumpulkan dari
sekolah menengah atas di Augusta, daerah Georgia. Sekolah yang dipilih memiliki
siswa berkulit hitam dan putih, namun di sekolah ini juga terdapat ras Asia.
Akan tetapi, ras Asia tersebut tidak dipakai sebagai subjek dalam penelitian
ini. Subjek penelitian diambil secara purposive yaitu berumur 14-18 tahun,
berkulit hitam dan putih, masih duduk dibangku sekolah menengah atas, memiliki
berat badan < 300 lbs, dalam keadaan sehat, subjek perempuan tidak
dalam keadaan hamil, tidak mengkonsumsi obat-obatan yang berpengaruh terhadap
hasil penelitian,
Variabel
utama makanan yang diteliti adalah total intake energi, penyebaran zat gizi
makro, intake susu, vitamin D, dan kalsium. Variabel aktivitas fisik yang
diteliti adalah aktivitas tinggi (>6 METs) dan aktivitas biasa (3-6 METs). Perhitngan
faktor aktivitas responden dilakukan dengan melalui telepon dan ditanyakan
mengenai aktivitas responden. Kemudian aktivitas tersebut diklasifikasikan
dalam aktivitas ringan dan aktivitas berat. Recall makanan dan aktivitas fisik
tersebut dilakukan oleh ahli gizi yang sudah terlatih. Pada recall makanan remaja digunakan alat
bantu seperti NDS-R Food dan Nutrient Database yang menggolongkan
bahan pangan ke dalam 9 kelompok pangan yaitu buah-buahan, sayuran, golongan
lain-lain, minyak dan lemak, minuman, padi-padian, daging, makanan manis,
dan golongan susu/non susu. Takaran saji
yang digunakan disesuaikan dengan pedoman diet Amerika tahun 2005 (Dietary Guidelines for Americans 2005)
atau berdasarkan label takaran saji pada Food
and Drug Administration.
Analisis Statistik
Analisis statistik penelitian ini
menggunakan software SAS versi 9.1.3 (SAS Institute,
Inc, Cary, NC, USA) untuk menentukan level signifikansi (p<0,05). Uji
korelasi Pearson juga digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara semua
variabel dan mengidentifikasi pengaruh multi linieritas yang dapat terjadi pada
penelitian ini. Data primer penelitian meliputi variabel demografi seperti
umur, jenis kelamin, dan ras (suku bangsa) yang dapat menggambarkan pengaruh
variabel demografi terhadap variabel komponen mineral tulang dan tinggi badan.
HASIL
PEMBAHASAN
Berat badan, tinggi badan, komponen mineral tulang, dan
aktivitas fisik mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia. Remaja
laki-laki memiliki komponen mineral tulang yang lebih tinggi dibandingkan
dengan remaja perempuan. Sebaiknya remaja berkulit hitam memiliki komponen
mineral tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja berkulit putih. Berdasarkan
recall makanan, remaja berkulit putih memiliki konsumsi makanan yang lebih besar
disbanding remaja berkulit hitam, Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya
konsumsi karbohidrat, konsumsi kalsium, vitamin D, protein, dan hasil olahan
peternakan. Akan tetapi, remaja berkulit hitam memiliki konsumsi lemak yang
lebih tinggi dibandingkan dengan remaja berkulit putih.
Pada variabel aktivitas fisik, remaja laki-laki memiliki aktivitas ringan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan. Namun, pada variabel
aktivitas berat, remaja laki-laki berkulit hitam memiliki tingkat yang lebih
tinggi dibandingkan responden lainnya, sedangkan remaja perempuan berkulit
hitam memiliki tingkat aktivitas berat yang lebih kecil. Berdasarkan penelitian
ini, diperoleh hubungan signifikansi antara variabel komponen mineral tulang
dengan aktivitas fisik remaja (p<0,05, p=0,004). Hubungan ini ditunjukkan
oleh jenis aktivitas yang berat dan bukan jenis aktivitas yang ringan. Aktivitas
yang berat memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap komponen mineral tulang
dibandingkan dengan aktivitas ringan. Tinggi badan juga sangat berpengaruh
terhadap aktivitas. Pengaruh tinggi badan terhadap aktivitas fisik dialami oleh
remaja perempuan, sedangkan remaja laki-laki tidak mengalami pengaruh tinggi
badan terhadap aktivitas fisik.
Variabel
makanan seperti konsumsi kalsium juga menunjukkan hubungan yang signifikan
terhadap komponen mineral tulang (p<0,05, p=0,0002). Selain itu, hubungan
signifikan juga ditunjukkan oleh konsumsi makanan hasil olahan peternakan (dairy servings) terhadap komponen
mineral tulang (p<0,05, p=0,002). Berdasarkan penelitian ini juga ditemukan
bahwa variabel demografi seperti ras (suku bangsa), jenis kelamin, dan umur
memiliki hubungan yang signifikan terhadap komponen mineral tulang. Ketiga
variabel tersebut memiliki koefisien signifikansi yang sama yaitu 0,0001
(p<0,05) terhadap komponen mineral tulang.
KESIMPULAN
Massa tulang dan tinggi badan remaja dipengaruhi oleh
konsumsi makanan dan aktivitas fisik. Faktor utama dari makanan yang sangat
mempengaruhi adalah intake energi dan produk hasil olahan peternakan. Aktivitas
fisik yang berat lebih memiliki pengaruh secara langsung terhadap komponen
mineral tulang apabila dibandingkan dengan aktivitas fisik yang ringan. Konsumsi
makanan remaja berkulit hitam dan berkulit putih memiliki hubungan dengan
komponen massa tulang dan tinggi badan yang dilihat dari intake karbohidrat,
kalsium, vitamin D, dan intake hasil olahan peternakan.
Energi dan zat gizi menyediakan
komponen penting untuk mengoptimalkan perkembangan komposisi tubuh. Makanan
sangat berpengaruh terhadap komponen mineral tulang dan tinggi badan sehingga
dapat mendukung perkembangan tubuh remaja. Tingkat masa tubuh yang rendah juga
berhubungan dengan intake energi tinggi dan aktivitas fisik yang tinggi.